KABUPATEN KEDIRI
Kota Kediri adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota Kediri dengan luas wilayah 63,40 km² terbelah oleh sungai Brantas yang membujur dari selatan ke utara sepanjang 7 kilometer.
Artefak arkeologi yang ditemukan pada tahun 2007 menunjukkan bahwa daerah sekitar Kediri menjadi lokasi kerajaan Kediri, sebuah kerajaan Hindu di abad ke-11.[2]
Kota ini merupakan pusat perdagangan utama untuk gula Indonesia dan industri rokok.[3] Kota ini dinobatkan sebagai peringkat pertama Indonesia Most Recommended City for Investment pada tahun 2010[4]
berdasarkan survey oleh SWA yang dibantu oleh Business Digest, unit
bisnis riset grup SWA. Di kota ini juga, pabrik rokok kretek Gudang Garam berdiri dan berkembang.
Kota Kediri merupakan ibukota dari Karesidenan Kediri yang terdiri dari beberapa kota dan kabupaten yaitu kabupaten Kediri, Nganjuk, Tulungagung, Blitar, dan Trenggalek.
Luas Wilayah
Luas wilayah Kota Kediri sekitar 63,40 km² atau (6.340 ha) yang
terdiri atas 3 Kecamatan dan 46 kelurahan. Dan merupakan kota kecil di
Provinsi Jawa Timur.
Dan berpenduduk sekitar 240.979 jiwa (2003). Berikut adalah luas Kota
Kediri dan jumlah penduduk dirinci menurut per kecamatan :
- Kecamatan Kota : 14,90 km², 85.730 jiwa.
- Kecamatan Mojoroto : 24,60 km², 86.152 jiwa.
- Kecamatan Pesantren : 23,90 km², 69.097 jiwa.
sumber : klik disini
Kota Kediri adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota Kediri dengan luas wilayah 63,40 km² terbelah oleh sungai Brantas yang membujur dari selatan ke utara sepanjang 7 kilometer.
Artefak arkeologi yang ditemukan pada tahun 2007 menunjukkan bahwa daerah sekitar Kediri menjadi lokasi kerajaan Kediri, sebuah kerajaan Hindu di abad ke-11.[2]
Kota ini merupakan pusat perdagangan utama untuk gula Indonesia dan industri rokok.[3] Kota ini dinobatkan sebagai peringkat pertama Indonesia Most Recommended City for Investment pada tahun 2010[4]
berdasarkan survey oleh SWA yang dibantu oleh Business Digest, unit
bisnis riset grup SWA. Di kota ini juga, pabrik rokok kretek Gudang Garam berdiri dan berkembang.
Kota Kediri merupakan ibukota dari Karesidenan Kediri yang terdiri dari beberapa kota dan kabupaten yaitu kabupaten Kediri, Nganjuk, Tulungagung, Blitar, dan Trenggalek.
Luas Wilayah
Luas wilayah Kota Kediri sekitar 63,40 km² atau (6.340 ha) yang
terdiri atas 3 Kecamatan dan 46 kelurahan. Dan merupakan kota kecil di
Provinsi Jawa Timur.
Dan berpenduduk sekitar 240.979 jiwa (2003). Berikut adalah luas Kota
Kediri dan jumlah penduduk dirinci menurut per kecamatan :
sumber : klik disini
KESENIAN JARANAN DAN KETHEK
OGLENG KEDIRI
Ragam kesenian di
Kabupaten Kediri tentunya tidak lepas dari sejarah kerajaan Kediri.Beberapa
kesenian khas daerah yang dapat dinikmati wisatawan antara lain Seni Jaranan,
kethek ogleng dll
Kesenian Jaranan
menyuguhkan berbagai atraksi menarik yang kadang mampu membangkitkan rasa
takjub.Atraksi gerak pemain dengan diiringi tabuhan gamelan serta sesekali
diselingi unsur magis menjadikan kesenian ini layak ditonton.
Di Kabupaten Kediri
terdapat beberapa kesenian Jaranan yang dapat dinikmati diantaranya Jaranan
Senterewe, Jaranan Pegon, Jaranan Dor, dan Jaranan Jowo. Jaranan Jowo
merupakan salah satu kesenian Jaranan yang mengandung unsur magis dalam
tariannya. Dimana pada puncaknya penari akan mengalami TRANCE (kesurupan) dan
melakukan aksi berbahaya yang terkadang di luar akal manusia.
Sedangkan Jaranan Dor,
Jaranan Pegon, dan Jaranan Senterewe lebih mengedepan kan kreatifitas gerak
dengan iringan musik yang dinamis. Jaranan Senterewe merupakan jaranan yang
digemari, karena dalam penampilannya selalu disertai hiburan lagu-lagu yang
bernada diatonis. Seluruh kesenian jaranandi Kabupaten Kediri berada di bawah
naungan Paguyuban Seni Jaranan (PASJAR) Kabupaten Kediri. Pemakeman Jaranan
Kediri mengalami kendala karena hampir di setipa daerah terdapat kesenian ini,
terutama daerah sekitar kediri, namun berbeda gerakanya. Perlu kajian sejarah
untuk menetapkan pakem.
Sejarah Jaranan
|
Jaranan, sebenarnya
menggambarkan cerita masa lalu, ketika Raja Bantar Angin, seorang raja dari
Ponorogo bermaksud melamar Dewi Songgolangit, putri cantik dari kerajaan
Kediri, atau yang biasa disebut juga dengan Dewi Sekartaji atau Galuh Candra
Kirana. Konon menurut cerita, karena wajahnya jelek, Raja Bantar Angin
akhirnya menyuruh Patihnya, yang bernama Pujangga Anom, seorang patih yang
dikenal sangat tampan. Agar Dewi Sekartaji tidak tertarik dengan Patih
Pujangga Anom, Raja Bantar Angin memintanya memakai sebuah topeng buruk rupa.
Lalu Patih Pujangga Anom, datang ke kerajaan Kediri, menyampaikan maksud
rajanya. Putri Sekartaji, yang mengetahui Patih Pujangga Anom mengenakan
topeng, merasa tersinggung, lalu menyumpahi agar topeng tersebut, tidak bisa
dilepas seumur hidup. Raja Bantarangin, akhirnya datang sendiri ke Kerajaan
Kediri. Sebagai gantinya, Dewi Songgolangit meminta 3 persyaratan. Jika Raja
Bantarangin bisa memenuhi, dirinya bersedia diperistri. Tiga syarat tersebut,
binatang berkepala dua, 100 pasukan berkuda warna putih, dan alat musik yang
bisa berbunyi jika dipukul bersamaan. Sayangnya, Raja Bantarangin, hanya bisa
memenuhi 2 dari 3 persyaratan tersebut, 100 kuda warna putih yang digambarkan
dengan kuda lumping, alat musik yang bisa dipukul bersamaan yakni gamelan.
Sehingga, terjadi pertempuran diantara keduanya. Kerajaan Kediri, datang
dengan membawa pasukan berkuda, yang kini digambarkan sebagai jaranan,
sementara Kerajaan Ponorogo membawa pasukan, yang kini digambarkan sebagai
kesenian Reog Ponorogo.
Diperjalanan, terjadi pertempuran. Raja
Ponorogo yang marah, membabat macan putih yang ditunggani patih kerajaan
Kediri, dengan cambuk samandiman, hingga akhirnya melayang ke kepala salah
satu kesatria dari Ponorogo. Bersamaan dengan kejadian tersebut, seekor
burung merak, kemudian juga menempel dikepala kesatria tersebut, sehingga ada
kepala manusia yang ditempeli kepala macan putih dan merak, ini yang sekarang
disimbolkan reog Ponorogo. Bahkan, dalam tarian reog, semua penari juga
membawa cambuk. Sementara dalam kesenian jaranan, menggambarkan pasukan
berkuda Dewi Sekartaji yang hendak melawan Raja Ponorogo. Barongan, Celeng
dan atribut didalamnya, sebagai simbol, selama dalam perjalanan menuju
Ponorogo yang melewati hutan belantara, pasukan juga dihadang berbagai hal,
seperti naga, dan hewan hewan liar lainnya.
KETHEK OGLENG
Selain jaranan, Kediri juga punya kesenian
khas yang lain. Bahkan, tari yang dicuplik dari kisah asmara Panji
Asmarabangun dan Dewi Kilisuci tersebut juga sudah mendunia. Tapi sekarang
tari ini terancam punah. Bagi komunitas seniman Kediri, nama Guntur sudah
tidak asing lagi. Dedikasinya terhadap dunia seni bahkan sudah membawanya
hingga ke berbagai negara di dunia. Memperkenalkan tari nasional ke seluruh
dunia. Salah satunya adalah mempertontonkan tari Kethek Ogleng. Menurut
Guntur, tari Kethek Ogleng sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Tari ini
mengalami masa puncak pada era 70-an. Seiring berjalannya waktu, tari Kthek
Ogleng perlahan-lahan mulai jarang ditampilkan. Pada era 90-an kegemaran
masyarakat dan seniman mulai bergeser. Mereka lebih suka memainkan jaranan
yang gerakan dan musiknya lebih sederhana. Tak heran bila saat ini warga
Kediri lebih mengenal jaranan sebagai seni khas Kediri dibandingkan Kethek
Ogleng. Apa yang membuat Kethek Ogleng menjadi kesenian khas Kediri? Guntur
mengatakan sebenarnya tari tersebut berasal dari legenda Kota Kediri. Yaitu
kisah percintaan Panji Asmorobangun dengan Dewi Sekartaji dalam Cerita Panji.
Kera atau kethek yang ditampilkan pada
cerita tersebut adalah jelmaan dari Panji Asmorobangun. Dia berubah wujud
menjadi seekor kera putih yang sedang mencari calon pendampinghidup.
Saat berkelana di hutan kera putih berjumpa
dengan Endang Roro Setompe yang merupakan nama lain dari Dewi Sekartaji.
Melihat sosok Dewi Sekartaji yang cantik jelita, Panji pun tergoda. Namun
sayangnya Sekartaji tidak mau memiliki suami seeekor kera. “Akhirnya
Sekartaji meninggalkan kera sendirian di tengah hutan,” cerita Guntur.
Cerita itulah yang kemudian ditampilkan
dalam bentuk satu tarian dengan nama Kethek Ogleng. Sebenarnya untuk bisa
menampilkan kesenian itu hanya dibutuhkan dua orang penari dengan iringan
musik gamelan. Penari pertama berperan sebagai kera putih dan penari kedua
berperan sebagai Dewi Kilisuci.
Makanan
Khas Kediri
1. Ayam Bakar Bangi -
Purwoasri
nda penggemar wisata
kuliner, khususnya kuliner menu pedas? Takkan lengkap perbendaharaan wisata
kuliner Anda tanpa mengunjungi Ayam Bakar Bangi Purwoasri. Terletak di Jalan
Raya Desa Bangi – Purwoasri. Sekitar 30 km dari kota Kediri, atau hanya 10 km
dari pertigaan Brak’an – Kertosono yang merupakan jalur antar provinsi yang
akan memudahkan Anda mencapainya. Ayam kampung berusia 3-4 bulan yang
ditusuk, dibumbui, dan dibakar secara tradisional dengan arang kayu dan kipas
manual menciptakan ayam bakar dengan bumbu meresap secara perlahan dan
sempurna. Bumbu –bumbu organik yang dicampurkan juga memberikan sensasi pedas
yang menjadi ciri khas kuliner ini.
Sebagai pelengkap
makanan, disajikan pula urap sayuran terdiri dari tauge, kangkung, dan kacang
panjang rebus beserta urapan parutan kepala pedas dengan campuran cabai
rawit, bawang putih, dan kencur. Kuliner ayam bakar ini buka seiap hari jam
10 pagi hingga jam 9 malam. Cukup dengan tak lebih dari Rp. 50.000,- Anda
sudah dapatkan sajian seekor ayam bakar pedas dan urap-urap sayuran.
2. Sate Bekicot
Salah satu kuliner khas
yang terkenal di Kabupaten Kediri adalah produk makanan dari bekicot. Di
sekitar Desa Plosoklaten, tepatnya 10 kilometer dari kawasan Monumen Simpang
Lima Gumul, berjajar kioas-koas yang menawarkan produk olahan bekicot seperti
kresengsengan gebecot, sate bekicot, ataupun keripik bekicot. Sentra terbesat
disini adalah di Depot Mbak Sri yang terletak di depan kantor Kecamatan
Plosoklaten, di Jalan Raya Pare - Wates yang merupakanjalur utama dari arah
Surabaya menuju Wisata Gunung Kelud. Selain itu, banyak berjajar pula jios
bekicot atau masyarakat menyebutnya sate 02 (nol dua).
3. Sate Emprit
Berbeda dengan sate
ayam yang ketika dibakar masih berwarna putih, untuk sate emprit warnanya
menjadi kecokelatan. Teksturnya liat, tidak lengket, aroma rasanya kuat,
tanpa lemak, dan gurih.
Dipadu dengan bumbu
garam, penyedap rasa, kacang, dan kecap, rasa sate emprit semakin nendang.
Sebab saat daging berpadu dengan bumbu kacang, memunculkan sensasi unik,
seperti daging ayam tetapi rasanya lebih gurih.
4. Soto Branggahan
Sebagaimana soto-soto
lain yang memiliki ke khasan sesuai daerah dimana soto tersebut dijual, soto
Branggahan juga memiliki kekhasan, kekhasan itu terletak pada piranti makan
dan racikan bahan yang digunakan. Dari sisi piranti makan, soto Branggahan
(yang asli) disajikan menggunakan mangkuk kecil (seperti mangkuk bubur cina
kuno) dan sendok bebebk berbahan baja tahan karat (Steinless Steel).
Sementara untuk racikan bahan, berbeda dengan beberapa jenis soto, soto
Branggahan berkuah santa yang telah dicampur dengan kemiri.ini digunakan agar
kuah tidak bening dan dapat rasa gurih. Ini berbeda dengan soto kudus yang
menggunakan taburan kacang goreng sebagai penambah gurih.
Piranti makan yang unik
dan rasa guri namun tidak eneg ketika mengkonsumsi soto Branggahan mayoritas
konsumen “tanduk” (tambah) ketika menikmatinya. Soto branggahan beberapa
pembelinya sampai tambah enam hingga 8 mangkok.
Hmm, 4 Kuliner yang
cukup untuk membuat kita ngiler, jangan lupa membeli jika berkunjung ke kota
Kediri, hehe. Semoga bisa dijadikan refrensi untuk teman teman yang mencari
Informasi tentang Makanan Khas Kediri ya.
Sumber : Radio
Andika FM Kediri,http://www.Brangwetan.wordpress.com
jika ingin mengkopi
tulisan ini camtumkan sumber dan blog ini http://www.on-haris.tk
(materi ini disampaikan
oleh Moh Haris hariyadi pada kajian KOMIK (komunikasi Mahasiswa Kediri) di
Surabaya)
http://makanankhasmu.blogspot.com/2013/03/makanan-khas-kediri.html
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar